Saya baru saja bertemu dengan seorang teman lama, sekitar 10 tahun an, dan beliau bercerita tentang kisah hidupnya selama ini yang cukup menarik. Beliau bukan orang yang pandai sekali waktu SMA, yah seperti saya… tidak ada yang istimewa, inilah ceritanya:
Setelah selesai kuliah, saya berkerja di perusahaan bidang batubara, rupanya bidang tambang ini sangat besar di Indonesia tapi jarang terdengar pada saat kuliah. Bisnisnya sedikit agak ditutup tutupi oleh pemainnya, mungkin biar tidak terlalu high profile. Pajaknya juga relatif sangat kecil.
Semua yang bekerja disini sangat well connected. Uang pelicin mengalir seperti tak ada hari esok, kalau tidak ada pelicin, pasti usaha akan terganggu. Bila dengan pelicin, barang busuk-pun bisa menjadi uang. Demikianlah Industri tambang kita. Saya diangkat menjadi salah satu yang mengurus keuangan perusahaan, bagian pekerjaan saya juga menandatangani berbagai dokumen yang saya juga tidak tahu mau mau dibawa kemana itu uang.
Karena itu adalah praktek yang sudah biasa dilakukan sejak dahulu, saya anggap itu adalah sesuatu yang normal. Tetapi di dalam perusahaan tambang, juga industri lain yang berkaitan erat dengan pemerintah, “bisnis is anything but normal“. Apa yang saya tanda tangani ternyata kemudian dijadikan bukti adanya korupsi. Mungkin karena pemerintahan yang baru tidak kebagian sebesar apa yang mereka inginkan saya tidak tahu tapi singkat cerita sayapun menjadi pesakitan di penjara dua tahun.
Saya merasa menjadi kambing hitam, atasan saya mengaku tidak tahu tentang hengky pengky yang ada padahal surat surat yang selalu saya tanda tangani dan saya minta beliau untuk menge-checknya. Pemilik perusahaan mengatakan itu urusan dalam perusahaan yang tidak mereka mengerti. Semuanya lari dari tanggung jawab dan akhirnya semua tanggung jawab ada di pundak saya pribadi sebagai penanda tangan dokumen.
Betapa bodohnya saya, rupanya pekerjaan saya selama ini memang dibuat untuk menjadi escape goat. Saya sudah melaksanakan hukuman yang saya anggap saya dihukum karena menjadi orang bodoh bukan karena saya korupsi. Tentunya itu menjadi noda hitam dalam hidup saya selamanya, tetapi tak apa, ini adalah garis hidup yang saya harus lalui.
Sekarang saya sudah bekerja lagi tetap di perusahaan tambang karena itu adalah industry yang saya tahu, tetapi sekarang saya menjadi pemasok mereka. Uang pelicin apalah namanya, saya tidak mau memberikan lagi. Tak apa saya dapat kecil tapi saya menjual kemampuan saya untuk dapat menolong mereka, saya jamin tak ada barang busuk yang saya jual.
Demikian tuturnya, tak terasa air mata saya berlinang tak tahu saya harus berbuat apa kecuali memeluk sahabat saya ini.
Jakarta Minggu 29 Januari 2012